SPIRIT HIJRAH DALAM MENGISI KEMERDEKAAN
Oleh : Ust. Hafidzh Al-Tsaqofiy, S.Pd.
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَحْمُوْدِ الْمَلِكِ الْمَعْبُوْدِ الْمُنْشِئِ مِنَ الْعَدَمِ إِلَی الْوُجُوْدِ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالیٰ وَهُوَ رَبُّ الْغَفُورُ الْوَدُوْدُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهٰدَةً تُنْجِيْ قَائِلَهَا مِنْ هَوْلِ الْيَوْمِ الْمَوْعُوْدِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرُ الْمَوْلُوْدِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَی سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُتَّصِفِ بِالْكَرَمِ وَالْجُوْدِ وَعَلَی أٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَی يَوْمِ الْمَوْعُوْدِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا أَمَّا بَعْدُ..
فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Mengawali khutbah pada kesempatan yang istimewa ini, khatib berwasiat kepada kita semua, terutama kepada diri khatib pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan bersengguh-sungguh, bermujahadah dalam melaksanakan apa saja yang diperintahkan dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Hadirin rahimakumullah, rotasi waktu senantiasa berputar, detik ke menit, jam demi jam kita habiskan, hari kian berlalu, pekan ke pekan terus berganti, bulan dan tahun pun kita lalui. Kini tiba saatnya pergantian tahun, tepatnya hari ini Jum’at, 18 Al-Muharram 1443 H. Seakan tanpa terasa, kita sudah melewati 18 hari pergantian tahun baru hijriyah ini. Lalu, apa yang sudah kita dapatkan? Apa yang sudah kita lakukan?
Coba kita muhasabah diri kita, sudahkan kita dapati ibadah yang lebih nikmat, khusyu’ dan membekas di hati sehingga ada perbaikan kebiasaan pada diri dan keluarga kita? Ataukah masih sama, masih seperti yang dulu, ibadah kita masih hambar tanpa rasa, miskin makna? Hanya sekedar formalitas, semata-mata hanya rutinitas belaka?
Hadirin rahimakumullah, mari kita introspeksi diri kita, kita timbang sendiri amal apa yang sudah kita hasilkan, kebaikan ataukah keburukan yang lebih mendominasi keseharian kita? Hisab diri ini, sebelum kelak dihisab oleh Allah yang maha teliti, sebagaimana pesan dari Sayyidina Umar bin Khattab Radhiyallahu Ta’ala Anhu :
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوهَا قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal”
Dalam kehidupan manusia mempunyai tahapan dan dilalui setapak demi setapak namun pasti, dan kehidupan di dunia ini pasti akan berangkat menuju akhirat, dan semua akan mendekat menuju kepada kematian. Sungguh beruntung orang yang selalu menghitung dirinya, yang selalu memperbaiki diri dan istiqomah, memohon ampun kepada Allah dari segala dosa dan salah.
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاء فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.” (QS. Fusshilat: 46)
Seyogyanya, pergantian tahun ini menjadi spirit baru untuk kita lebih produktif memproduksi kebaikan, terus berkarya memberikan yang terbaik dan bermujahadah meninggalkan segala bentuk keburukan, kemunkaran dan kezholiman yang dapat membinasakan. Tentunya, hal ini kita lakukan karena kita sadar bahwa kehidupan kita di dunia punya batas waktu. Akan ada masanya setiap waktu yang kita habiskan di dunia ini, akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Rabbul Izzati.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, tahun ini pergantian tahun baru Islam 1443 H. Bersamaan dengan momentum kemerdekaan Indonesia yang ke-76 tahun. Secara historis, peristiwa kemerdekaan dan hijrah sesungguhnya memiliki benang merah, korelasi, hubungan yang saling terkait.
Kata “Hijrah” di dalam Islam dimaknai dengan “meninggalkan, menjauh dan berpindah tempat”. Sementara “Merdeka” ialah terbebas dari segala sesuatu yang membelenggu masyarakat dalam meraih cita-citanya.
Sebagaimana peristiwa hijrah, kemerdekaan bangsa Indonesia terbukti dapat dicapai dengan perjuangan, strategi dan pengorbanan. Mereka bersatu-padu dalam kobaran semangat hijrah dan kerelaan berkorban harta, jiwa dan raga, demi meraih kemerdekaan dan kebahagiaan yang mereka impikan.
Makna Merdeka sesungguhnya ialah ketika kita bebas bahagia meraih cita-cita syurga, ketika kita mampu melepas belenggu syaitan yang terus meracuni hawa nafsu. Merdeka itu jika kita bebas dari hutang, harta haram, riba dan syubhat. Merdeka itu terbebas dari segala bentuk kezholiman. Merdeka itu artinya kita mandiri, bisa berpijak di kaki sendiri, mempunyai kemandirian ekonomi, memiliki ketahanan militer yang kuat, berpendidikan yang tinggi, dan yang terpenting, punya karakter mukmin sejati yakni Akhlaqul Karimah.
Hadirin rahimakumullah, Semoga peringatan 76 tahun kemerdekan indonesia ini dapat menjadi ibroh, pelajaran bagi kita, bahwa sesungguhnya kemerdekaan yang sejati masih tetap harus diperjuangkan. Dalam mengisi kemerdekaan ini, semangat hijrah, spirit perubahan, motivasi perjuangan harus senantiasa kita gelorakan, terus berkarya memberikan dedikasi terbaik demi menggapai kehidupan bersama, menuju cita-cita mulia “Bahagia di dunia sampai syurga”.
Demikian khutbah yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat, dapat diamalkan dalam keseharian, istiqomah sampai husnul khatimah, kelak berkumpul kembali di Jannah-Nya, Aamiin
اِنَّ أَحْسَنَ الْكَلاَمِ كَلامُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلَّامِ، وَاللهُ يَقُوْلُ وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُوْنَ، وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ، أعُوْذُ باللهِ مِنَ الشّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه، وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ .. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيّدِنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. إنَّ اللهَ وملائكتَهُ يصلُّونَ على النبِيِّ يَا أيُّهَا الذينَ ءامَنوا صَلُّوا عليهِ وسَلّموا تَسْليمًا
اللّـهُمَّ صَلّ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا صلّيتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيم وبارِكْ على سيّدِنا محمَّدٍ وعلى ءالِ سيّدِنا محمَّدٍ كمَا بارَكْتَ على سيّدِنا إبراهيمَ وعلى ءالِ سيّدِنا إبراهيمَ إنّكَ حميدٌ مجيدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَ ذُنُوْبَ وَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ .
عِبَادَالله: اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ